5 Resep Minuman Segar dan Unik Untuk Sajian Berbuka Puasa
Judul Buku : Ronggeng Dukuh Paruk
Pengarang :
Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia Pustaka
Utama
Tahun : 1982
Resensi Novel
Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu novel karya Ahmad Tohari yang
berceritakan tentang kehidupan masyarakat di desa terpencil bernama Dukuh Paruk.
Desa ini dikenal sebagai desa yang kaya akan tradisi dan budayanya. Tokoh utama
dalam novel ini adalah Srintil. Srintil merupakan seorang ronggeng yang mahir
dalam hal menyanyi dan menari layaknya indang ronggeng kendati tidak pernah
diajari seorangpun.
Pada suatu hari ketika kakek dari Srintil yang bernama Sakarya
mendapati kepiawannya cucunya tersebut dalam meronggeng, alhasil membuatnya
berniat untuk menjadikan Srintil ronggeng baru di Dukuh Paruk. Terlebih lagi
pada saat ronggeng di Dukuh Paruk meninggal, selama beberapa waktu lamanya
pertunjukkan ronggeng tidak diadakan di desa tersebut. Maka dari itu,
masyarakat yang sangat merindukan akan hadirnya seorang ronggeng menjadi alasan
Sakarya untuk menemui Kartareja (seorang dukun ronggeng) dan membicarakan
perihal masa depan Srintil.
Singkat cerita, setelah Sakarya berhasil menemui dan membicarakan
perihal Srintil kepada Kartareja, ia pun menyerahkan cucunya tersebut untuk
diasuh dan dididik oleh keluarga Kartareja. Hingga akhirnya tiba di suatu
malam, Kartareja mengadakan pementasan ronggeng di rumahnya. Masyarakat yang
antusias pun mulai ramai berdatangan demi melihat siapakah ronggeng yang akan
menari dan bernyanyi saat itu. Srintil yang ditugaskan untuk menghibur warga
dengan tarian ronggengnya berhasil membuat mata siapa saja terpukau.
Penampilannya tersebut indah, luwes ditambah riasan wajahnya yang begitu cantik
nan sempurna.
Selanjutnya, jika dinilik kembali pada masa silam sesaat setelah
lahirnya Srintil, pada masa itu terjadi kegaduhan di desa Dukuh Paruk. Ayah
Srintil bernama Santayib yang berprofesi sebagai membuat tempe bongkrek, dinilai
menjadi penyebab masyarakat sekitar yang telah membeli dan memakannya mengalami
mual, pusing hingga berujung pada kematian. Ayah Srintil telah meracuni warga
dengan tempe bongkrek buatannya. Masyarakat pun berasumsi demikian karena bagi
mereka yang tidak memakan tempe bongkrek tersebut diyakini masih dalam keadaan
sehat-sehat saja. Hingga akhirnya hampir sebagian nyawa di Dukuh Paruk ini
melayang termasuk ayah dan ibu Srintil akibat memakam tempe bongkrek yang
mengandung asam tembaga itu.
Singkat cerita, Srintil yang tumbuh tanpa kehadiran ayah dan ibunya
tersebut kemudian menjadikannya pribadi yang mandiri dan hidup dalam
kesederhanaan. Suatu ketika saat Srintil sedang tertidur, datanglah Rasus
membawa keris yang bernama Kyai Jaran Guyang yang konon akan menambah citra
Srintil sebagai penari ronggeng. Lebih jauh dari itu, telah menjadi kepercayaan
turun temurun apabila ingin menjadi ronggeng sungguhan maka ia harus menaati
adat, yakni upacara pemandian di depan cungkup makam Ki Secamenggala. Srintil yang
bersedia mentaati akhirnya dimandikan sembari menyelipkan keris pemberian
Rasus. Setelah itu, dibuatlah pertunjukkan ronggeng dengan sakral untuk Ki
Secamenggala dan Srintil pun mulai menyanyikan lagu kesukaan sesepuh Dukuh
paruk.
Terlepas dari itu semua, masih terdapat persyaratan lain yang harus
dipenuhi untuk menjadikan Srintil sebagai penyanyi ronggeng sungguhan. Syarat
tersebut ialah bukak klambu. Bukak klambu merupakan sayembara yang diadakan
untuk menguji keprawanan Srintil dengan laki-laki yang berani dan mampu membayar
sesuai dengan ketentuan dukun ronggeng di Dukuh Paruk. Mendengar hal ini, Rasus
merasa duka hati karena setelah Srintil menjadi ronggeng, maka ia telah menjadi
milik semua laki-laki yang ada di desa Dukuh Paruk. Namun apalah daya karena
Rasus pun tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya pasrah akan adanya hari itu.
Di sisi lain, Kartareja telah mempersiapkan semua keperluan Srintil dalam
menjalani prosesi bukak klambu termasuk meminta sekeping ringgit emas kepada
siapapun yang ingin memenangkan sayembara.
Singkat cerita, ada dua pria yang berhasil memenangkan sayembara
bukak-klambu Srintil. Dialah Dower dan Sulam. Keduanya saling berebut untuk
menjamah Srintil pertama kalinya. Alhasil, Sulam yang dibuat mabuk kemudian mengantarkan
Dower sebagai orang yang akan memulai terlebih dahulu sebelum Sulam kembali tersadar.
Mengetahui hal tersebut Srintil yang takut kemudian memutuskan untuk keluar melalui
pintu belakang dengan alasan ingin buang air kecil. Hingga akhirnya saat Rasus
menghampiri Srintil, ia kemudian memeluk dan meminta Rasus untuk menjamahnya di
tengah kegelapan. Oleh sebab itu, pasca peristiwa bukak klambu Srintil
dilakukan, Rasus menjadi amat membenci kehidupan di Dukuh Paruk. Ia tidak lagi
melihat sosok ibunya hadir dalam diri Srintil. Alhasil, hal ini membuat Rasus memutuskan
untuk meninggalkan neneknya yang dianggapnya adalah bagian dari Dukuh Paruk. Rasus
pun menjual kambing-kambingnya di pasar, dan dengan uang hasil penjualan tersebut
ia gunakan untuk bertahan hidup.
Setelah proses bukak klambu, dilihat dari satu sisi yakni Sakarya
dan istrinya, ia merasa amat bangga dengan dinobatkannya Srintil menjadi
ronggeng Dukuh Paruk. Di sisi lain, Rasus yang tak menyukai akan hal tersebut
kemudian memutuskan untuk pergi dan menetap di Dawuan. Suatu ketika saat Rasus
pergi ke pasar Dawuan, ia bertemu dengan Srintil dan Nyai Kartareja yang sedang
berbelanja. Saat itu Srintil diperlakukan istimewa di pasar Dawuan. Perbedaan
nilai moral ini jelas berbeda dengan kehidupan Srintil di Dukuh Paruk. Rasus pun
menilai bahwa kehidupan primitif di Dukuh Paruk tiada akan berubah jika
masyarakatnya masih sering melakukan hal-hal negatif dan mengatakan hal yang
berunsur cabul serta penghinaan. Kehidupannya akan tetap sederhana dan tiada
menemui kemajuan sampai kapanpun. Mereka hanya akan berprofesi sebagai petani
dan ketika mendapatkan uang lebih maka mereka segera berpesta pora (minuman
keras) sembari mendengarkan suara tembang ronggeng.
Singkat cerita, pada tahun 1690 wilayah kecamatan Dawuan dilanda
bencana. Wilayah ini menjadi kurang aman karena sering terjadi perampokan hingga tak segan membakar rumah para korbannya,
Rasus pun menjadi was-was. Bahkan tak jarang terlintas di pikirannya untuk
kembali ke tempat asalnya yakni Dukuh Paruk. Akhirnya dengan segala
pertimbangan, Rasus kemudian berpindah tempat bersama sekelompok tentara di
bawah pimpinan Sersan Slamet. Hingga pada suatu hari perampokan kembali
terjadi, maka disusunlah taktik oleh Sersan Slamet untuk mengawasi rumah warga yang
dinilai memiliki kekayaan yang melimpah ruah.
Pada saat itu, kendati ia bukan seorang tentara namun, Rasus turut ikut
serta dalam operasi keamanan bersama Kopral Pujo ke Dukuh Paruk untuk menjaga
rumah Srintil. Ketika para perampok menuju ke rumah Sakarya, mereka tidak
menemukan sesuatu, sehingga menanyakan perihal dimana rumah Srintil. Sakarya yang
memberitahu bahwa Srintil tinggal di rumah Kartareja, membuat para perampok
segera bergegas menuju rumah tersebut. Mendengar hal ini, Kartareja, istri dan
Srintil pun mulai menyembunyikan perhiasan mereka. Hingga tak berselang lama
kemudian Rasus datang dan berhasil membunuh dua orang perampok yang sedang
berjaga di depan dan belakang rumah. Oleh sebab itu, Sersan Slamet yang bangga
atas keberanian Rasus kemudian menjadikannya sebagai tentara sungguhan.
Selanjutnya, cerita dilanjut ketika Rasus bermalam di rumah
neneknya dan ditemani oleh Srintil. Saat itu Srintil mengutarakan keinginannya
untuk menikah dan mempunyai keturunan terlebih dari Rasus. Rasus kemudian meminta
izin kepada Sersan Slamet untuk beberapa hari tinggal di Dukuh Paruk dan segera
meninggalkannya. Saat kepergian Rasus, Srintil menjadi wanita yang murung, pendiam
bahkan acapkali menangis sendiri. Hal ini kemudian dipertanyakan oleh
kebanyakan orang, karena umumnya seorang ronggeng haruslah seseorang yang
bergairah dan tidak boleh jatuh cinta kepada lelaki. Terlebih lagi, Srintil
telah beberapa kali menolak pentas panggung dengan alasan kurang semangat dan malas.
Alhasil, Nyai Kartareja mencoba membuat “guna-guna” untuk memutus tali asmara
antara Rasus dan Srintil. Niat tersebut menjadi gagal dilakukan karena saat itu
juga Srintil yang tanpa sadar telah buang air kecil di kamarnya. Hingga suatu
ketika saat Srintil duduk di bawah pohon nangka ia menyesali keinginan masa
kecilnya menjadi seorang ronggeng. Srintil membayangkan betapa bahagia hidupnya
jika ia hanya menjadi manusia biasa dan Rasus tiada akan meninggalkannya.
Akhirnya, setelah melewati proses yang cukup panjang, Srintil
memutuskan untuk tidak kembali menjadi ronggeng dengan beberapa pertimbangan.
Srintil pun kemudian bertemu dengan seorang pria bernama Bajus dan semakin
dekat dengannya. Namun demikian, ketika pada suatu hari Srintil mengetahui
bahwa Rasus tengah berada di Dukuh Paruk, Srintil pun mulai bimbang karena rasa
cinta yang masih dipendamnya itu. Tetapi tak berselang lama, Srintil kembali
tersadar bahwa ia sedang dekat dengan seorang laki-laki lain bernama Bajus. Hingga
di suatu hari ketika Bajus mengajak Srintil ke sebuah acara, ia berniat jahat
kepada Srintil dan ingin menyerahkannya kepada seseorang sebagai hadiah.
Srintil yang mengetahui maksud tersebut menjadi sangat kecewa akan sosok Bajus
yang selama ini dekat dengannya. Srintil menjadi pemurung dan mengalami
gangguan kejiwaan hingga Rasus yang merasa iba kemudian membawanya ke rumah
sakit jiwa untuk segera diberi pengobatan.
Kelebihan: novel ini
memiliki pembahasan yang menarik dan terdapat banyak pelajaran yang diambil
pada tiap-tiap peristiwa dalam cerita. Pemilihan kata yang dinilai santai dan
tidak berbelit menjadi ciri khas novel ini.
Kekurangan: novel ini
memiliki berbagai macam konflik yang acapkali membuat pembaca kebingungan
memahami maksud si penulis. Terlebih lagi umpatan, tembang-tembang, dan
beberapa kata lain yang dinilai kurang jelas maknanya akan membuat pembaca awam
untuk berpikir kembali guna menangkap maksud dari ucapan-ucapan tersebut.
Komentar
Posting Komentar