5 Resep Minuman Segar dan Unik Untuk Sajian Berbuka Puasa

Gambar
Bulan Ramadhan menjadi  momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam untuk memperbanyak ibadah .  Adanya kewajiban menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan, menjadikan puasa sebagai salah satu aktivitas penting seorang muslim selama Ramadhan nanti. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan kegiatan lain yang dapat membatalkan puasa dimulai ketika matahari terbit di waktu fajar hingga matahari terbenam.  Menahan  lapar dan dahaga  saat berpuasa  seharusnya tidak lagi menjadi kendala bagi  umat Islam .  Agar tidak bosan menunggu waktu berbuka, coba l akukan aktivitas yang bermanfaat  ketika sedang b erpuasa. M enyiapkan sajian berbuka puasa, misalnya. Ya, meski tidur  dalam keadaan sedang ber puasa itu ibadah,  namun  jangan dijadikannya sebagai   alasan  u ntuk bermalas-malasan . Terlalu banyak tidur justru  tidak baik bagi kesehatan. Untuk itu, luangkanlah waktu me...

Kisah Haru Penari Ronggeng Sebagai Anak Pembuat Tempe Bongkrek (Riview Novel Ronggeng Dukuh Paruk)

 

Judul Buku                : Ronggeng Dukuh Paruk

Pengarang                  : Ahmad Tohari

Penerbit                      : Gramedia Pustaka Utama

Tahun                         : 1982

Resensi Novel

Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu novel karya Ahmad Tohari yang berceritakan tentang kehidupan masyarakat di desa terpencil bernama Dukuh Paruk. Desa ini dikenal sebagai desa yang kaya akan tradisi dan budayanya. Tokoh utama dalam novel ini adalah Srintil. Srintil merupakan seorang ronggeng yang mahir dalam hal menyanyi dan menari layaknya indang ronggeng kendati tidak pernah diajari seorangpun.

Pada suatu hari ketika kakek dari Srintil yang bernama Sakarya mendapati kepiawannya cucunya tersebut dalam meronggeng, alhasil membuatnya berniat untuk menjadikan Srintil ronggeng baru di Dukuh Paruk. Terlebih lagi pada saat ronggeng di Dukuh Paruk meninggal, selama beberapa waktu lamanya pertunjukkan ronggeng tidak diadakan di desa tersebut. Maka dari itu, masyarakat yang sangat merindukan akan hadirnya seorang ronggeng menjadi alasan Sakarya untuk menemui Kartareja (seorang dukun ronggeng) dan membicarakan perihal masa depan Srintil.

Singkat cerita, setelah Sakarya berhasil menemui dan membicarakan perihal Srintil kepada Kartareja, ia pun menyerahkan cucunya tersebut untuk diasuh dan dididik oleh keluarga Kartareja. Hingga akhirnya tiba di suatu malam, Kartareja mengadakan pementasan ronggeng di rumahnya. Masyarakat yang antusias pun mulai ramai berdatangan demi melihat siapakah ronggeng yang akan menari dan bernyanyi saat itu. Srintil yang ditugaskan untuk menghibur warga dengan tarian ronggengnya berhasil membuat mata siapa saja terpukau. Penampilannya tersebut indah, luwes ditambah riasan wajahnya yang begitu cantik nan sempurna.

Selanjutnya, jika dinilik kembali pada masa silam sesaat setelah lahirnya Srintil, pada masa itu terjadi kegaduhan di desa Dukuh Paruk. Ayah Srintil bernama Santayib yang berprofesi sebagai membuat tempe bongkrek, dinilai menjadi penyebab masyarakat sekitar yang telah membeli dan memakannya mengalami mual, pusing hingga berujung pada kematian. Ayah Srintil telah meracuni warga dengan tempe bongkrek buatannya. Masyarakat pun berasumsi demikian karena bagi mereka yang tidak memakan tempe bongkrek tersebut diyakini masih dalam keadaan sehat-sehat saja. Hingga akhirnya hampir sebagian nyawa di Dukuh Paruk ini melayang termasuk ayah dan ibu Srintil akibat memakam tempe bongkrek yang mengandung asam tembaga itu.

Singkat cerita, Srintil yang tumbuh tanpa kehadiran ayah dan ibunya tersebut kemudian menjadikannya pribadi yang mandiri dan hidup dalam kesederhanaan. Suatu ketika saat Srintil sedang tertidur, datanglah Rasus membawa keris yang bernama Kyai Jaran Guyang yang konon akan menambah citra Srintil sebagai penari ronggeng. Lebih jauh dari itu, telah menjadi kepercayaan turun temurun apabila ingin menjadi ronggeng sungguhan maka ia harus menaati adat, yakni upacara pemandian di depan cungkup makam Ki Secamenggala. Srintil yang bersedia mentaati akhirnya dimandikan sembari menyelipkan keris pemberian Rasus. Setelah itu, dibuatlah pertunjukkan ronggeng dengan sakral untuk Ki Secamenggala dan Srintil pun mulai menyanyikan lagu kesukaan sesepuh Dukuh paruk.

Terlepas dari itu semua, masih terdapat persyaratan lain yang harus dipenuhi untuk menjadikan Srintil sebagai penyanyi ronggeng sungguhan. Syarat tersebut ialah bukak klambu. Bukak klambu merupakan sayembara yang diadakan untuk menguji keprawanan Srintil dengan laki-laki yang berani dan mampu membayar sesuai dengan ketentuan dukun ronggeng di Dukuh Paruk. Mendengar hal ini, Rasus merasa duka hati karena setelah Srintil menjadi ronggeng, maka ia telah menjadi milik semua laki-laki yang ada di desa Dukuh Paruk. Namun apalah daya karena Rasus pun tidak dapat berbuat apa-apa selain hanya pasrah akan adanya hari itu. Di sisi lain, Kartareja telah mempersiapkan semua keperluan Srintil dalam menjalani prosesi bukak klambu termasuk meminta sekeping ringgit emas kepada siapapun yang ingin memenangkan sayembara.

Singkat cerita, ada dua pria yang berhasil memenangkan sayembara bukak-klambu Srintil. Dialah Dower dan Sulam. Keduanya saling berebut untuk menjamah Srintil pertama kalinya. Alhasil, Sulam yang dibuat mabuk kemudian mengantarkan Dower sebagai orang yang akan memulai terlebih dahulu sebelum Sulam kembali tersadar. Mengetahui hal tersebut Srintil yang takut kemudian memutuskan untuk keluar melalui pintu belakang dengan alasan ingin buang air kecil. Hingga akhirnya saat Rasus menghampiri Srintil, ia kemudian memeluk dan meminta Rasus untuk menjamahnya di tengah kegelapan. Oleh sebab itu, pasca peristiwa bukak klambu Srintil dilakukan, Rasus menjadi amat membenci kehidupan di Dukuh Paruk. Ia tidak lagi melihat sosok ibunya hadir dalam diri Srintil. Alhasil, hal ini membuat Rasus memutuskan untuk meninggalkan neneknya yang dianggapnya adalah bagian dari Dukuh Paruk. Rasus pun menjual kambing-kambingnya di pasar, dan dengan uang hasil penjualan tersebut ia gunakan untuk bertahan hidup.

Setelah proses bukak klambu, dilihat dari satu sisi yakni Sakarya dan istrinya, ia merasa amat bangga dengan dinobatkannya Srintil menjadi ronggeng Dukuh Paruk. Di sisi lain, Rasus yang tak menyukai akan hal tersebut kemudian memutuskan untuk pergi dan menetap di Dawuan. Suatu ketika saat Rasus pergi ke pasar Dawuan, ia bertemu dengan Srintil dan Nyai Kartareja yang sedang berbelanja. Saat itu Srintil diperlakukan istimewa di pasar Dawuan. Perbedaan nilai moral ini jelas berbeda dengan kehidupan Srintil di Dukuh Paruk. Rasus pun menilai bahwa kehidupan primitif di Dukuh Paruk tiada akan berubah jika masyarakatnya masih sering melakukan hal-hal negatif dan mengatakan hal yang berunsur cabul serta penghinaan. Kehidupannya akan tetap sederhana dan tiada menemui kemajuan sampai kapanpun. Mereka hanya akan berprofesi sebagai petani dan ketika mendapatkan uang lebih maka mereka segera berpesta pora (minuman keras) sembari mendengarkan suara tembang ronggeng.

Singkat cerita, pada tahun 1690 wilayah kecamatan Dawuan dilanda bencana. Wilayah ini menjadi kurang aman karena sering terjadi perampokan  hingga tak segan membakar rumah para korbannya, Rasus pun menjadi was-was. Bahkan tak jarang terlintas di pikirannya untuk kembali ke tempat asalnya yakni Dukuh Paruk. Akhirnya dengan segala pertimbangan, Rasus kemudian berpindah tempat bersama sekelompok tentara di bawah pimpinan Sersan Slamet. Hingga pada suatu hari perampokan kembali terjadi, maka disusunlah taktik oleh Sersan Slamet untuk mengawasi rumah warga yang dinilai memiliki kekayaan yang melimpah ruah.

Pada saat itu, kendati ia bukan seorang tentara namun, Rasus turut ikut serta dalam operasi keamanan bersama Kopral Pujo ke Dukuh Paruk untuk menjaga rumah Srintil. Ketika para perampok menuju ke rumah Sakarya, mereka tidak menemukan sesuatu, sehingga menanyakan perihal dimana rumah Srintil. Sakarya yang memberitahu bahwa Srintil tinggal di rumah Kartareja, membuat para perampok segera bergegas menuju rumah tersebut. Mendengar hal ini, Kartareja, istri dan Srintil pun mulai menyembunyikan perhiasan mereka. Hingga tak berselang lama kemudian Rasus datang dan berhasil membunuh dua orang perampok yang sedang berjaga di depan dan belakang rumah. Oleh sebab itu, Sersan Slamet yang bangga atas keberanian Rasus kemudian menjadikannya sebagai tentara sungguhan.

Selanjutnya, cerita dilanjut ketika Rasus bermalam di rumah neneknya dan ditemani oleh Srintil. Saat itu Srintil mengutarakan keinginannya untuk menikah dan mempunyai keturunan terlebih dari Rasus. Rasus kemudian meminta izin kepada Sersan Slamet untuk beberapa hari tinggal di Dukuh Paruk dan segera meninggalkannya. Saat kepergian Rasus, Srintil menjadi wanita yang murung, pendiam bahkan acapkali menangis sendiri. Hal ini kemudian dipertanyakan oleh kebanyakan orang, karena umumnya seorang ronggeng haruslah seseorang yang bergairah dan tidak boleh jatuh cinta kepada lelaki. Terlebih lagi, Srintil telah beberapa kali menolak pentas panggung dengan alasan kurang semangat dan malas. Alhasil, Nyai Kartareja mencoba membuat “guna-guna” untuk memutus tali asmara antara Rasus dan Srintil. Niat tersebut menjadi gagal dilakukan karena saat itu juga Srintil yang tanpa sadar telah buang air kecil di kamarnya. Hingga suatu ketika saat Srintil duduk di bawah pohon nangka ia menyesali keinginan masa kecilnya menjadi seorang ronggeng. Srintil membayangkan betapa bahagia hidupnya jika ia hanya menjadi manusia biasa dan Rasus tiada akan meninggalkannya.

Akhirnya, setelah melewati proses yang cukup panjang, Srintil memutuskan untuk tidak kembali menjadi ronggeng dengan beberapa pertimbangan. Srintil pun kemudian bertemu dengan seorang pria bernama Bajus dan semakin dekat dengannya. Namun demikian, ketika pada suatu hari Srintil mengetahui bahwa Rasus tengah berada di Dukuh Paruk, Srintil pun mulai bimbang karena rasa cinta yang masih dipendamnya itu. Tetapi tak berselang lama, Srintil kembali tersadar bahwa ia sedang dekat dengan seorang laki-laki lain bernama Bajus. Hingga di suatu hari ketika Bajus mengajak Srintil ke sebuah acara, ia berniat jahat kepada Srintil dan ingin menyerahkannya kepada seseorang sebagai hadiah. Srintil yang mengetahui maksud tersebut menjadi sangat kecewa akan sosok Bajus yang selama ini dekat dengannya. Srintil menjadi pemurung dan mengalami gangguan kejiwaan hingga Rasus yang merasa iba kemudian membawanya ke rumah sakit jiwa untuk segera diberi pengobatan.

Kelebihan: novel ini memiliki pembahasan yang menarik dan terdapat banyak pelajaran yang diambil pada tiap-tiap peristiwa dalam cerita. Pemilihan kata yang dinilai santai dan tidak berbelit menjadi ciri khas novel ini.

Kekurangan: novel ini memiliki berbagai macam konflik yang acapkali membuat pembaca kebingungan memahami maksud si penulis. Terlebih lagi umpatan, tembang-tembang, dan beberapa kata lain yang dinilai kurang jelas maknanya akan membuat pembaca awam untuk berpikir kembali guna menangkap maksud dari ucapan-ucapan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Studi Sejarah; Dari Mulai Boom Beach Tuban Hingga Masjid Terkenal di Jawa Timur