5 Resep Minuman Segar dan Unik Untuk Sajian Berbuka Puasa
Candi Belahan atau Candi Sumber Tetek
Candi
Belahan atau candi Sumber Tetek merupakan salah satu peninggalan majapahit
yang masih dapat dikunjungi hingga saat ini. Candi yang dibangun pada tahun
1049 M atau abad ke-11 masa Kerajaan Kahuripan ini berlokasi di Desa Wonosunyo,
Kabupaten Pasuruan. Pada hari-hari tertentu candi ini ramai dikunjungi
wisatawan untuk melaksanakan ritual ngalap berkah. Selain itu, menurut
kepercayaan masyarakat setempat, terdapat larangan bagi wanita yang berhalangan
untuk mandi dan bermain air di candi ini karena diyakini dapat menyebabkan
kesialan.
Dalam
sejarahnya, candi yang terletak di kawasan hutan Perhutani Kesatuan Pemangkuan
Hutan Pasuruan ini adalah cikal bakal Petirtaan Jolotundo. Salah satu situs
candi sumber mata air Tetek berada di lereng utara Gunung Penanggungan. Candi
ini dibangun oleh Raja Airlangga untuk tempat mandi permaisurinya. Dalam
kompleks candi tersebut terdapat ukiran relief yang menggambarkan pesan-pesan
moral. Lebih lanjut, candi ini juga memiliki kolam dengan patung Dewi Laksmi
dan Dewi Sri yang kokoh dan diukir menggunakan batu andesit. Hal yang menjadi
daya tarik candi Belahan adalah mengalirnya sumber air melalui payudara kedua
patung tersebut sehingga masyarakat menyebutnya dengan Candi Sumber Tetek.
Pesantren Tegalsari
Pesantren
Tegalsari adalah salah satu pesantren tertua di Indonesia. Pesantren ini
didirikan oleh Kiai Ageng Mohamad Besari pada paruh pertama abad ke-18. Dalam
hal ini, pilihan untuk mendirikan pesantren di
Desa Tegalsari muncul karena ajakan dari guru Kiai Ageng Mohamad Besari yaitu
Kiai Donopuro yang tinggal di Desa Setono. Terlebih lagi, tidak adanya
penjelasan lebih lanjut mengenai pertimbangan pemilihan Desa Tegalsari.
Pertimbangan geografis ini menjadi kemungkinan yang paling masuk akal, yaitu letak dari Desa
Tegalsari yang berada di sekitar daerah aliran Sungai Keyang. Seperti pada
umumya, sebuah pemukiman baru selalu berada di dekat aliran sungai untuk
menunjang kebutuhan warganya sehari-hari.
Selanjutnya, dalam perkembangannya,
Kiai Ageng sebagai pendiri Pesantren Tegalsari diyakini telah berhasil
meletakkan dasar politik pesantren sebagai lembaga pendidikan yang terbebas
dari politik praktis. Hingga suatu saat ketika Pesantren
Tegalsari berganti
kepemimpinan, Kiai Ilyas melanjutkan politik
pesantren yang sudah digariskan oleh pendahulunya tersebut. Kiai Ilyas
dengan cerdik memanfaatkan stabilitas politik yang ada pada waktu itu untuk
membangun tradisi intelektual pesantren. Maka dari itu, tak mengherankan jika Pesantren Tegalsari kemudian dikenal sebagai tempat untuk belajar
agama bagi para calon pujangga. Terlebih lagi, masa keemasan dari pesantren ini terjadi ketika Kiai Kasan Besari mulai memimpin Pesantren Tegalsari. Pada masa itu, Pesantren Tegalsari berusaha dilibatkan oleh Sasradilaga dalam
Perang Jawa yang diklaim oleh Pangeran Diponegoro sebagai perang suci. Kiai
Kasan Besari kemudian menyikapinya dengan mengambil langkah ideologis
nonpraktis. Artinya, Kiai Kasan Besari tidak mau terlibat dalam peperangan
fisik, tetapi secara moral dan ideologis sepenuhnya memberikan dukungan kepada
Pangeran Diponegoro. Pilihan tersebut diambil karena dua alasan yakni semata-mata untuk menjaga eksistensi Pesantren Tegalsari dan menjaga sosial ekonomi
masyarakat di Desa Tegalsari.
Komentar
Posting Komentar