5 Resep Minuman Segar dan Unik Untuk Sajian Berbuka Puasa
JUDUL BUKU : SITTI NURBAYA (Kasih Tak Sampai)
PENGARANG : Marah Roesli
PENERBIT : Balai Pustaka
TAHUN : Cet-1 Tahun 1922
JUMLAH HALAMAN : 383
Sitti Nurbaya adalah salah satu karya terbaik dari Marah Roesli. Cetakan pertama novel ini terbit pada tahun 1922 oleh Balai Pustaka dan berusia hampir seratus tahun lebih. Inilah bentuk kehebatan dari sastra tertulis. Sastra tertulis tak lekang oleh waktu dan tak tergerus putaran zaman. Jika boleh dikatakan, saat pertama kali saya mendapat perintah dari dosen untuk membaca novel ini dalam beberapa hari kedepan, saya hampir bilang tidak akan mampu. Novel ini disuguhkan dengan bahasa Melayu yang cukup sulit dipahami oleh orang awam seperti saya, pun memiliki jumlah halaman yang cukup banyak dan harus dilewati satu persatu. Hal inilah yang kemudian membuat saya berpikir dua kali jika harus membacanya kembali atau menundanya untuk dibaca esok. Namun setelah saya memutuskan untuk mulai membaca dan semakin kepo dengan cerita-cerita lanjutannya. Akhirnya, timbullah rasa nyaman itu. Saya semakin menikmati alur cerita antara Nurbaya dengan kekasihnya SamsulBahri. Pengarang, dalam hal ini pak Marah Roesli telah mampu membuat perasaan saya teraduk-aduk dengan kepiawannya menulis karya sastra diselingi pantun dan nasihat di dalamnya.
Berkaitan dengan novel berjudul Sitti Nurbaya. Di zaman sekarang mungkin banyak yang belum tahu bagaimana kisah asli dalam cerita Sitti Nurbaya karya Marah Roesli. Walaupun cerita ini termasyhur dengan kisah kasih tak sampai antara Nurbaya dengan SamsulBahri juga perjodohan Nurbaya dengan seorang saudagar kaya bernama Datuk Meringgih. Tetapi apakah benar bahwa seorang gadis berhati baik bernama Nurbaya tega mengkhianati kekasihnya dan bersedia menerima perjodohan itu dengan suka hati?
RESENSI NOVEL
Sitti Nurbaya adalah novel roman karya Marah Roesli yang berceritakan tentang lika-liku yang dihadapi oleh Sam dan Nur sebagai pasangan kekasih. Novel ini disajikan dengan bahasa Melayu dan memiliki bahasan-bahasan menarik dalam setiap bab nya. Sebagaimana novel roman lainnya yang berceritakan tentang pemuda-pemudi dimabuk asmara. Dalam novel Sitti Nurbaya ini, pengarang membubuhi kisah cinta antara Sam dan Nur dengan berbagai konflik yang timbul setelahnya. Selain itu, pengarang juga sukses mengkritik adat istiadat yang dianggap melanggar hak asasi manusia namun masih berlaku di Padang pada saat itu.
SamsulBahri atau lebih akrab dipanggil Samsu atau Sam merupakan tokoh utama dalam novel berjudul Sitti Nurbaya. Ia adalah anak seorang pejabat daerah bernama Sultan Mahmud. Ia berasal dari keluarga terpandang di Padang yang bercirikan seorang lelaki tampan dan berperingai baik. Sementara Sitti Nurbaya atau Nur sapaan akrab gadis ini, ia merupakan anak saudagar kaya raya bernama Baginda Sulaiman. Ia memiliki paras yang cantik jelita, berpenampilan menarik, dan tutur kata yang santun. Kedua tokoh tersebut yakni Samsu dan Nurbaya dikisahkan sebagai dua insan yang menjalin pertemanan cukup lama. Keduanya pun tumbuh menjadi remaja bersama sebagai teman bermain dan belajar. Hingga akhirnya, benih-benih cinta yang tanpa mereka sadari tumbuh dengan subur seiring berjalannya waktu.
Tokoh utama lain yang dikenal dengan perilaku buruknya ialah Datuk Meringgih. Sang Datuk ini memiliki kekayaan yang melimpah ruah dan termasyhur di kalangan masyarakat saat itu. Akan tetapi, kekayaan tersebut tak membuatnya memiliki hati yang bersih dan dermawan. Dialah seorang saudagar yang kikir, tak suka memberi dan tamak. Siapa saja yang meminjam uang atau berhutang padanya, maka ia haruslah mengganti lebih pinjaman tersebut. Lebih dari itu, Sang Datuk memiliki penampilan fisik yang tak terlalu baik juga umur yang tak muda lagi. Namun, ia tetap memiliki wibawa dan pengaruh besar yang mampu membuat orang lain takut sehingga bersedia tunduk kepadanya.
Kembali kepada dua tokoh utama yakni Samsu dan Nur. Sebagaimana seorang insan yang dimabuk cinta, Samsu akhirnya memberanikan diri mengutarakan perasaannya pada Nurbaya di suatu malam sebelum keberangkatannya ke Jawa melanjutkan studinya. Mendengar hal tersebut, Nurbaya yang juga memiliki perasaan sama akhirnya menerima cinta Samsu dengan suka hati. Keduanya pun berjanji akan senantiasa menjaga, kelak hidup bersama dan takkan berpaling hati satu sama lain.
Beberapa hari setelahnya, saat perdagangan Baginda Sulaiman yakni ayah Sitti Nurbaya mengalami kemalangan. Kios-kiosnya terbakar habis dan kebunnya gagal panen. Ia jatuh miskin dan kemudian pergi untuk meminjam beberapa uang kepada Datuk Meringgih. Sang Datuk yang dari awal sudah memendam perasaan iri kepadanya, akhirnya mau meminjamkan beberapa hartanya namun dengan syarat harus segera dibayarkan dalam tempo waktu 3 bulan. Baginda Sulaiman menyanggupinya. Setelah mendapat pinjaman, Baginda Sulaiman mencoba kembali usaha-usahanya dahulu. Namun, karena kelicikan Datuk Meringgih, ia mengalami kemalangan terus menerus sehingga tak mampu untuk membayar hutangnya sesuai waktu yang telah disepakati. Alhasil, Sang Datuk mendesak dan marah kepada Baginda Sulaiman hingga ia nekat meminta Sitti Nurbaya untuk menjadi istrinya. Menghadapi kenyataan demikian, Baginda Sulaiman yang tak memiliki pilihan lain akhirnya merelakan putrinya untuk dinikahi seorang rentenir tua yang berperingai buruk itu. Demi keselamatan ayahnya, Sitti Nurbaya dengan berat hati menerima permintaan Sang Datuk walau diselingi tangisan mengingat janjinya dulu kepada SamsulBahri. Kemudian tak lama setelahnya, Nurbaya pun menulis sebuah surat dan dikirimkan ke alamat kekasihnya, Samsu di Jakarta. Ia menceritakan segala keluh kesah betapa malangnya nasib yang dialami keluarganya kala itu. Samsu yang kemudian menerima surat tersebut menjadi semakin geram dan ingin menyudahi kemalangan adik tercintanya, Nurbaya.
Pada suatu hari ketika Samsu dalam masa liburan kembali ke Padang, ia mendengar kabar dari Sitti Maryam yakni bundanya bahwa Baginda Sulaiman sedang jatuh sakit. Tak lama kemudian Samsu memberanikan diri menjenguk ayah Nurbaya itu dan tak disangka disana ia bertemu kembali dengan pujaannya yang telah resmi menjadi istri Datuk Meringgih. Pertemuan yang tak sengaja itu diketahui oleh empat mata dari Sang Datuk dan segera dilaporkannya kepada Datuk Meringgih. Alhasil, terjadilah keributan hingga saat Nurbaya berteriak dan terdengar oleh ayahnya yang tengah terbaring lemas karena sakit keras, Baginda Sulaiman akhirnya jatuh dan meninggal dunia. Mendengar itu, ayah SamsulBahri yakni Sultan Mahmud yang menjabat sebagai penghulu kota Padang, merasa malu atas perbuatan anaknya sehingga dengan tega mengusir SamsulBahri dari rumahnya. Dengan sedih hati, SamsulBahri kembali ke Jakarta dan berjanji untuk tidak kembali kepada keluarganya di Padang. Di sisi lain, Datuk Meringgih yang geram dengan sikap istrinya, akhirnya mengusir Sitti Nurbaya. Nurbaya yang menerima keputusan itu, kemudian memiliki niatan untuk menemui kekasihnya, Samsu di Jakarta. Tetapi walaupun telah berusaha pergi dengan cara sembunyi-sembunyi, niatnya tetap diketahui oleh kaki tangan Datuk Meringgih. Karena itu dengan segala kelicikan dan fitnahnya, Sang Datuk pun berhasil memaksa Nurbaya untuk kembali ke kota Padang.
Tak lama setelah kembalinya dari Jawa ke Padang, saat Sitti Nurbaya sedikit lengah, akhirnya ia kembali masuk ke dalam perangkap seorang saudagar kikir bernama Datuk Meringgih. Kala itu, ia memakan beberapa kue hangat yang baru dibelinya dari pedagang kecil saat melewati depan rumah saudaranya, Alimah. Nurbaya tak menyadari bahwa dalam kue tersebut terdapat racun yang dapat membahayakan nyawanya. Setelah memakan kue beracun, barulah Nurbaya merasa pusing dan akhirnya meninggal dunia. Sitti Maryam yakni ibu dari SamsulBahri merasa duka hati atas kepergiannya Nurbaya. Ia kemudian jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Kematian dua orang yang sangat dicintai Samsu itu terdengar olehnya hingga membuat ia putus asa dan mencoba melakukan bunuh diri. Akan tetapi mujurlah nasibnya, sehingga acapkali berniat bunuh diri, Samsu selalu gagal karena tak berhasil meninggal dunia. Sejak saat itu, Samsu tidak meneruskan sekolahnya dan memasuki dinas militer Belanda. Ia berharap bahwa disanalah akan ia temui ajal yang sesungguhnya.
Sepuluh tahun kemudian, dikisahkan di kota Padang sering terjadi kerusuhan yang tiada hentinya. Kerusuhan tersebut disinyalir akibat masyarakat yang dengan tegas menolak membayar pajak belasting kepada pihak Belanda. Datuk Meringgih yang didapuk sebagai pemimpin perlawanan, dengan ambisinya tersebut berhasil membangkitkan semangat juang para pemuda, tokoh ulama, dan masyarakat Padang untuk melawan kekejaman Belanda. Sementara itu, di sisi lain SamsulBahri yang telah berpangkat Letnan dikirim untuk melakukan pengamanan di daerah tersebut. SamsulBahri yang mengubah namanya menjadi Letnan Mas dengan segera membawa pasukan-pasukannya untuk menyerbu kota Padang. Ketika peperangan tak bisa dihindari, maka darah para pejuang Tanah Air pun tak dapat dicegah dan mengalir deras jatuh ke tanah. SamsulBahri yang tak sengaja bertemu Datuk Meringgih dalam peperangan tersebut, dengan diliputi perasaan dendamnya, tanpa berpikir panjang lagi ia langsung menembakkan peluru tepat ke dada lawannya itu. Sang Datuk akhirnya jatuh tersungkur dan meninggal dunia. Namun, beberapa saat sebelum ia benar-benar mendapati ajalnya, Sang Datuk juga telah berhasil membacok kepala SamsulBahri dengan parangnya yang tajam.
SamsulBahri alias Letnan Mas kemudian segera dilarikan ke rumah sakit. Sesaat setelah berada di rumah sakit, sebelum ia meninggal, Letnan Mas meminta pada dokter yang merawatnya saat itu untuk dapat mempertemukannya dengan penghulu di kota Padang. Setelah disanggupinya, akhirnya tibalah sang Penghulu yakni Sultan Mahmud di rumah sakit. Samsu yang sangat senang dapat bertemu ayahnya tersebut, kemudian meminta maaf atas segala perbuatan yang telah dilakukannya dahulu. Demikian pula dengan Sultan Mahmud yang menyesali perbuatannya sewaktu itu. Ia telah dengan mudah marah kepada anak semata wayangnya hingga tega mengusirnya hanya karena merasa malu atas perbuatannya saat itu. Dan kemudian Samsu menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Sang Ayah. Beberapa saat sebelum meninggal dunia, Samsu juga telah meminta kepada Sang Ayah agar nanti ia dikuburkan di Gunung Padang dekat kekasihnya Sitti Nurbaya dan ibundanya Sitti Maryam. Permintaan itu dikabulkan oleh Sultan Mahmud. Dan beberapa hari setelahnya, disusulnya pula anaknya itu, SamsulBahri ke pangkuan Illahi. Sultan Mahmud meninggal dunia akibat sedih hati yang dideritanya dan ia dikuburkan di samping anak dan istrinya. Seperti yang tercantum dalam beberapa kalimat pada halaman 381-382 dalam novel Sitti Nurbaya ini;
...Tatkala mereka tiba di tempat yang ditujunya, kelihatanlah di sana olehnya, lima buah kubur sejejer berdekat-dekatan. Kelima kubur itu sama besar dan sama bentuknya. Pada tiap-tiap kepala kubur ini, ada batu nisan dari marmer, yang bertulis dengan huruf air mas.
Di kubur yang pertama tertulis "Inilah kubur Baginda Sulaiman, meninggal pada tanggal 5 Ramadan, tahun 1315".
Pada nisan yang kedua tertulis "Inilah kubur Siti Nurbaya, binti Baginda Sulaiman meninggal pada tanggal 5 Zulhidjdjah tahun 1315".
Pada nisan yang ketiga tertulis "Inilah kubur Samsulbahri, anak Sutan Mahmud, Penghulu Padang, meninggal tanggal 5 Syafar, tahun 1326".
Pada nisan yang keempat tertulis, "Inilah kubur Sitti Maryam, istri Sutan Mahmud, Penghulu Padang, meninggal pada tanggal 5 Zulhijah 1315."
Pada nisan yang kelima tertulis "Inilah kubur Sutan Mahmud, Penghulu Padang, meninggal pada tanggal 8 Rabiulawal, tahun 1326".
Komentar
Posting Komentar